SIAP, GRAK !!!
Trak tak tak tak trak tak..
Seperti biasa, rumah keluarga LAMBIFAGA sepi disore hari, hanya ada ibu GORFA dan anak bungsu perempuannya VLEYFADA yang berada dirumah.
Keluarga LAMBIFAGA memang jarang lengkap saat matahari terbit sampai tenggelam.
Kepala keluarga, pak ARHOGA berangkat bekerja disebuah kebun sewaan sejak subuh setiap harinya. Dan putra pertamanya HIELOMA berangkat sekolah sejak pagi hari. Sedangkan ibu GORFA hanya seorang ibu rumah tangga, dan VLEYFADA masih sangat kecil dan belum bersekolah, sehingga praktis hanya merekalah yang seharian berada di rumah.
Pak ARHOGA dan HIELOMA memang selalu pulang menjelang malam hari, karena jarak kebun atau sekolah tidaklah dekat. Dan mereka harus berjalan kaki untuk menempuh jarak tersebut. Rumah keluarga LAMBIFAGA tepat berada di lereng gunung ARDIOPLAGAHA, sehingga bukan hal mudah untuk berjalan kaki pulang ke rumah, karena jalan tanah yang terjal menanjak. Terkadang juga gunung ARDIOPLAGAHA bergemuruh menunjukan sangarnya sebagai gunung api yang masih aktif.
Sore itu saat perjalanan pulang, pak ARHOGA dan anaknya HIELOMA bertemu ditengah perjalanan. Mereka pun berjalan bersama menuju ke rumah.
Ditengah perjalanan, HIELOMA berkata pada ayahnya "ayah, tadi pagi sebelum aku berangkat sekolah, ibu menitip untuk dibawakan biji-biji bunga SERTUFA untuk dirangkai menjadi kalung adik VLEYFADA".
Pak ARHOGA pun menjawab, "kalau begitu ambillah sekantong biji bunga SERTUFA itu, lihat kau bisa mengumpulkannya sekarang, banyak sekali berjatuhan di jalan tanah ini. VLEYFADA pun menitip kepada ayah untuk dibawakan segenggam tanah liat untuk dibentuk menjadi patung kecil ibumu, walapun adikmu belum mampu membuatnya, tapi ia sangat ingin menghadiahkan patung kecil tersebut di ulang tahun ibumu minggu depan."
Namun HIELOMA dengan sedikit kesal menjawab, "tapi ayah, aku sangat lelah! aku tidak sanggup untuk mengumpulkan biji-biji bunga SERTUFA itu, aku sangat lelah ayah!".
Dengan nada pelan pak ARHOGA menjawab, "anakku HIELOMA, kalau saja tangan dan pundak ayah tidak memikul alat-alat berkebun ini, ayah akan mengumpulkannya nak! tapi lihatlah, segenggam tanah liat inilah yang menjadi hal terakhir yang masih bisa ayah pegang, tangan ayah penuh nak!".
HIELOMA pun naik pitam, "sudahlah ayah, apa yang diminta oleh ibu biar nanti saja saat libur sekolah aku melakukannya, untuk sekarang kita langsung pulang saja!".
Pak ARHOGA yang terlihat sedih kembali memohon pada HIELOMA! "ayah mohon nak, lakukanlah permintaan ibumu, nanti saat pulang ayah berjanji akan memijat badanmu dan ibumu pun akan menyiapkan air panas dan makan malam untukmu, setelah itu kau bisa beristirahat dengan nyaman."
HIELOMA tetap menolak sembari berjalan semakin cepat, "tidak! aku tidak mau mengumpulkan biji bunga SERTUFA!"
Akhirnya pak ARHOGA dan anaknya HIELOMA melanjutkan perjalanan pulang tanpa membawa biji bunga SERTUFA.
Saat lereng gunung ARDIOPLAGAHA telah nampak oleh ayah dan anak itu, tiba-tiba bergetar lah seluruh tanah. Ya, gunung ARDIOPLAGAHA mengaum seakan ingin memuntahkan lahar panas dari mulut gunung api itu. Terjadi gempa yang sangat dahsyat yang membuat mereka tersungkur ke tanah. Alat-alat berkebun pak ARHOGA pun terlepas semuanya, dan hanya menyisakan tanah liat yang digenggamnya erat.
Sang ayah segera berdiri dan menarik tangan anaknya untuk segera berlari menuju rumah. Betapa khawatirnya mereka akan keadaan ibu GORFA dan adik VLEYFADA di rumah setelah mendengar gemuruh dan gempa yang dahsyat tersebut.
Sesampainya di halaman rumah, betapa terkejutnya mereka. Nampak bagian tengah dan belakang rumah keluarga LAMBIFAGA tersebut telah rubuh akibat gempa yang juga mereka rasakan sebelumnya dan terlihat pula VLEYFADA yang sedang menangis bersandar dibagian depan rumah yang masih utuh dan ia meneriakan "ibu.. ibu.. didalam rumah"
Dengan sangat cemas pak ARHOGA masuk kedalam rumah berharap keadaan istrinya GORFA baik-baik saja. Namun harapan tinggalah harapan, ibu GORFA ditemukan terbaring tak bernyawa dengan sebuah batang kayu besar dari reruntuhan rumah menindih tubuh ibu GORFA. Ya, gempa tersebut telah meruntuhkan rumah keluarga LAMBIFAGA dan menyebabkan terenggutnya nyawa sang ibu GORFA.
HIELOMA pun turut menyaksikan tubuh ibu kandungnya tak lagi bernyawa, ia pun melihat segulung benang dan sebuah jarum berada disamping jasad ibunya, seperti telah disiapkan untuk merangkai biji-biji bunga SERTUFA seperti yang dikatakannya tadi pagi kepada HIELOMA.
Betapa terkejut dan menyesalnya sang ayah dan anak laki-lakinya itu, terutama HIELOMA, nampak sangat menyesali perbuatannya.
Hari demi hari pun dilalui oleh keluarga LAMBIFAGA tanpa kehadiran ibu GORFA yang telah tiada. Pak ARHOGA, HIELOMA, dan VLEYFADA hanya bisa mengunjungi makam ibu GORFA sesekali untuk sedikit melepas kerinduan dengan sebuah patung kecil buatan VLEYFADA nampak diletakkan disamping batu nisan, tanpa ada kalung biji bunga SERTUFA.
HIELOMA pun terus menyesali perbuatannya yang tidak mampu memenuhi permintaan kecil dari ibunya yang ternyata menjadi permintaan terakhir ibu GORFA.
-- betapa sebuah pelajaran berharga dari keluarga LAMBIFAGA--
Kisah ini memang fiktif dan nama-nama tokohnya pun murni karangan dari saya. Sekalipun cerita fikif, mari kita petik pesan moral didalamnya.
Jangan pernah menolak atau menganggap remeh permintaan dari orang-orang terdekat kita, terlebih orang tua yang telah membesarkan kita.
Kita takkan pernah tau, bisa saja permintaan itu adalah menjadi permintaan terakhirnya.
Tidak ada yang tau tentang jatah umur masing-masing manusia.
Cintai dan bahagiakanlah orang tua kita, tanpa kenal kata lelah atau pamrih, karena orang tua tidak pernah merasa lelah atau meminta pamrih dalam membesarkan anaknya..
ISTIRAHAT DI TEMPAT, GRAK !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar